Telah menjadi kepercayaan umum bahwa manusia Paleolitikum mulai menghuni
Semenanjung Korea kira-kira 40.000 hingga 50.000 tahun yang lalu, meski harus dipastikan
lagi apakah mereka betul-betul nenek moyang etnis dari bangsa Korea yang hidup pada
masa kini. Sejumlah manusia Paleolitikum hidup di gua-gua, sedangkan yang lain membuat
bangunan-bangunan di atas tanah yang rata.
Mereka hidup dari buah-buahan, akar-akaran yang bisa dimakan, serta dari berburu
dan menangkap ikan.
Manusia Neolitikum muncul di Korea sekitar 4000 SM, sedangkan tanda-tanda kehadiran
aktif mereka berasal dari tahun 3000 SM, yang ditemukan di seluruh Semenanjung Korea.
Dipercaya bahwa manusia Neolitikum merupakan nenek moyang bangsa Korea.
Manusia-manusia Neolitikum tinggal dekat pantai dan tepian sungai sebelum
masuk ke daerah pedalaman. Laut merupakan sumber utama makanan mereka.
Mereka menggunakan jaring, kail, dan tali untuk menangkap ikan dan kerang.
Berburu merupakan cara lain untuk memperoleh makanan. Mata panah dan ujung
tombak banyak ditemukan di situs-situs Neolitikum. Berikutnya, mereka mulai bercocok
tanam menggunakan cangkul dan sabit dari batu, serta batu gerinda.
Penanaman padi dimulai pada Zaman Perunggu, yang pada umumnya dipercaya
berlangsung sampai tahun 400 SM di Korea.
Manusia juga hidup di lubang-lubang bertutupkan jerami, sedangkan dolmen dan
kuburan batu digunakan sebagai tempat penguburan pada zaman ini.
Ketika pertanian menjadi aktivitas utama, desa-desa terbentuk dan pemimpin dengan
kekuasaan tertinggi muncul. Hukum menjadi sesuatu yang diperlukan untuk mengatur masyarakat.
Di Gojoseon (2333 SM –108 SM) kitab undang-undang yang terdiri atas delapan pasal mulai digunakan,
namun hanya tiga pasal yang diketahui sampai sekarang: Pertama, barangsiapa membunuh orang lain
akan dibunuh. Kedua, barangsiapa yang melukai anggota badan orang lain harus menggantinya
dengan memberikan padi.
Ketiga, siapa mencuri milik orang lain akan menjadi budak dari korban pencurian tersebut.
Taman Dolmen di Suncheon
Dolmen prasejarah dan peninggalan-peninggalan lain dipamerkan baik
di tempat terbuka maupun di dalam ruangan sepanjang Danau Juam.
Taman ini merupakan taman pertama Korea yang khusus digunakan sebagai
tempat bagi batu-batu nisan kuno ini.
Perumahan
Hanok, rumah tradisional Korea, memiliki bentuk yang tidak berubah dari masa Tiga
Kerajaan sampai akhir periode Dinasti Joseon(1392 –1910).
Ondol, sistem pemanasan bawah lantai khas Korea, digunakan untuk pertama kalinya di
daerah utara. Asap dan panas yang dihasilkan oleh kompor-kompor dapur di atas tanah
disalurkan melalui pipa asap yang dibangun di bawah lantai. Di daerah selatan yang lebih
hangat, ondol digunakan bersama dengan lantai kayu. Bahan baku utama rumah-rumah
tradisional adalah tanah liat dan kayu. Giwa, atau genteng atap beralur hitam, dibuat dari tanah,
biasanya tanah liat warna merah.
Kini, istana kepresidenan disebut Cheong Wa Dae, atau Rumah Biru karena rumah ini
memiliki atap dengan genteng berwarna biru.
Ondol
Dalam pengertian modern, kata ini mengacu pada segala jenis sistem
pemanasan bawah lantai atau ruangan yang mengikuti cara tradisional
di mana orang makan dan tidur di lantai.
Hanok dibangun tidak menggunakan paku namun kayukayunya disatukan
menggunakan pasak-pasak kayu.
Rumahrumah untuk kaum kelas atas terdiri dari sejumlah bangunan terpisah,
satu untuk menampung wanita dan anak-anak, satu untuk kaum laki-laki dalam keluarga
dan tamu-tamu mereka, dan bangunan lain untuk para pembantu, yang kesemuanya dikelilingi
oleh sebuah tembok. Tempat ibadah keluarga untuk menghormati arwah nenek moyang
dibangun di belakang rumah.
Sebuah kolam dengan bunga teratai kadang-kadang dibuat di depan rumah di luar tembok.
Bentuk rumah-rumah ini berbeda antara daerah utara yang lebih dingin dengan daerah
selatan yang lebih hangat. Rumah-rumah sederhana dengan lantai berbentuk persegi panjang,
dapur, serta sebuah kamar di tiap sisinya berkembang menjadi rumah berbentuk huruf L
di daerah selatan. Hanok pada perkembangannya berubah bentuk menjadi mirip huruf U atau
kotak yang mengelilingi sebuah halaman.
Dari akhir era 1960-an, pola rumah Korea mulai berubah cepat seiring dengan dibangunnya
bangunan-bangunan apartemen bergaya Barat. Apartemen-apartemen tingkat tinggi telah
menjamur di seluruh Korea sejak era 1970-an, namun sistem ondol tetap populer dengan
pipa air panas menggantikan pipa asap di bawah lantai.
Desa Tradisional Namsangol di pusat kota Seoul
Pakaian
Rakyat Korea menenun kain dengan rami dan tanaman ararut (arrowroot) serta beternak ulat
sutera untuk menghasilkan kain sutera.
Pada jaman Tiga Kerajaan, lakilaki memakai jeogori (semacam jas), baji (celana panjang),
dan durumagi (mantel luar) dengan topi, ikat pinggang, dan sepasang sepatu.
Para wanita memakai jeogori (semacam jas pendek) dengan dua pipa panjang diikat untuk
membentuk otgoreum (simpul), rok dengan panjang dari pinggang sampai ke bawah yang
menutupi sekeliling tubuh bernama chima, sebuah durumagi, beoseon (kaos kaki katun warna
putih), dan sepatu berbentuk seperti perahu.
Pakaian ini, dikenal dengan nama Hanbok, telah diturunkan selama ratusan tahun dengan
bentuk yang hampir tidak pernah berubah baik untuk laki-laki maupun perempuan,
kecuali dalam hal panjang jeogori dan chima.
Pakaian gaya Barat mulai dijual di Korea pada Perang Korea (1950 –53), dan pada masa
proses industrialisasi yang berlangsung cepat di era 1960-an dan 1970-an, terjadi penurunan
penggunaan Hanbok karena dianggap kurang tepat digunakan untuk keperluan santai.
Namun, akhir-akhir ini para pecinta Hanbok telah berkampanye demi menghidupkan kembali
Hanbok dan memperbaiki modelnya supaya lebih sesuai untuk dipakai dalam lingkungan modern.
Beberapa warga Korea masih memakai pakaian tradisional Hanbok namun hanya terbatas
pada hari-hari libur tertentu seperti Seollal dan Chuseok, serta pada pesta-pesta keluarga
seperti Hwangap, perayaan ketika orangtua memasuki usia 60 tahun.
Pakaian tradisional Hanbok
Makanan
Makan malam tradisional lengkap
Para ibu rumah tangga sedang membuat kimchi
Di antara tiga unsur dasar kehidupan –rumah, pakaian, dan makanan –perubahan
dalam hal kebiasaan makan memberikan pengaruh paling besar bagi rakyat Korea.
Nasi tetap menjadi makanan pokok bagi sebagian besar rakyat Korea, namun di antara
generasi muda, banyak dari mereka yang lebih memilih makanan ala Barat.
Nasi biasanya disertai oleh berbagai macam makanan sampingan, terutama sayur-sayuran
dengan banyak bumbu, sop, sayuran berkuah, dan daging.
Makanan tradisional Korea tidak akan lengkap tanpa kimchi, yakni campuran bermacam sayuran
beracar seperti kubis cina, lobak, bawang hijau, dan ketimun. Jenisjenis kimchi tertentu
sengaja dibuat pedas dengan tambahan bubuk cabe merah, sedangkan jenis yang lain
dimasak tanpa cabe merah atau dimasukkan ke dalam cairan yang gurih.
Kimchi Baechu
Meski demikian, bawang putih selalu digunakan untuk memasak kimchi untuk menambah
kelezatannya.
Pada akhir bulan November atau awal bulan Desember, keluarga-keluarga Korea pada jaman
dahulu mempersiapkan kimchi dalam jumlah memadai untuk sepanjang musim dingin yang
panjang. Kimchi disimpan dalam guci besar dari tanah liat, yang kemudian ditanam sebagian
di tanah demi menjaga suhu dan rasanya.
Di Korea masa kini, para ibu rumah tangga sering tidak punya waktu untuk membuat kimchi,
atau tanah luas di luar rumah yang diperlukan untuk menyimpan kimchi dalam jumlah besar.
Walau demikian, kimchi tetap menjadi bagian penting gaya hidup masyarakat Korea:
perusahaan-perusahaan yang membuat makanan yang difermentasi dan perusahaan lainnya
yang menjual kulkas khusus untuk kimchi mampu meraup keuntungan dalam waktu cepat.
Selain kimchi, doenjang (pasta kedelai), dengan unsur-unsurnya yang mampu melawan
kanker, telah menarik perhatian para ahli gizi masa kini. Masyarakat Korea pada jaman dahulu
biasa membuat doenjang di rumah dengan merebus buncis warna kuning, mengeringkannya
di tempat yang teduh, memasukkannya ke dalam air garam, dan mengawetkannya dengan
menaruhnya di bawah sinar matahari.
Akan tetapi, hanya sedikit keluarga yang masih menerapkan proses pembuatan seperti ini;
sebagian besar cukup membeli doenjang buatan pabrik.
Bulgogi, makanan dengan daging sapi paling populer di Korea
Di antara makanan-makanan berdaging, bulgogi (biasanya daging sapi) yang telah
dibumbui dan galbi (iga sapi atau babi) merupakan yang paling disukai baik oleh masyarakat
Korea sendiri maupun orang asing.
Ddeokguk
Telah menjadi tradisi Korea untuk memulai Tahun Baru dengan memakan
semangkuk besar sup kue beras untuk membawa keberuntungan
0 komentar:
Posting Komentar