Ilustrasi : ist.
SURABAYA – Becak bagi warga Surabaya merupakan alat transportasi biasa. Namun bagi 16 siswa Ewha Girls High School, Seoul, Korea Selatan, kendaraan beroda tiga ini barang unik yang membuat penasaran.
Tidak pelak lagi, saat melihat alat transportasi ini, siswa sekolah terkemuka di Korea Selatan tersebut berebutan ingin mencobanya. Bersama siswa SMA Barunawati Surabaya, mereka pun sempat menikmati jalan-jalan di sekitar sekolah. Seperti Jalan Raya Perak, Jalan Teluk Amurang, dan jalan-jalan lainnya. ”Ini merupakan pengalaman saya yang pertama naik becak, ini sangat menyenangkan,” kata salah satu siswa Ewha Girls High School, Kim Na Hyun.
Para siswa ini pun,tak hanya jadi penumpang becak saja. Namun, ada pula yang mencoba menjadi tukang becak. Mereka terlihat susah payah mencoba menyeimbangkan laju kendaraan roda tiga ini, seperti yang dilakukan oleh Won Sun Ah. Tubuh Won yang besar membuatnya lebih mudah mengendalikan dan mengayuh becak. ”Memang agak sulit. Tetapi di sini yang terpenting adalah bagaimana bisa mengemudikannya,” aku Won dengan mengumbar senyum.
Guru Bahasa Korea SMA Barunawati Surabaya, Aldila Kartika Silmi mengungkapkan, kegiatan ini merupakan rangkaian dari acara pertukaran pelajar dengan siswa dari Korea Selatan. Mereka akan tinggal di Surabaya sekitar 12 hari dan belajar banyak hal tentang budaya serta bahasa Indonesia.
”Program ini sudah dilakukan oleh SMA Barunawati sejak tujuh tahun lalu. Kami konsentrasi dalam mencerdaskan anak didik,” tutur Silmi panggilan akrab Aldila Kartika Silmi.
Sementara itu, Kepala Sekolah (Kasek) SMA Barunawati Surabaya, Kurnia Saptaningsih menambahkan, sebagai program sister city, program ini tidak akan main-main. Para siswa SMA Barunawati yang mengikuti program ini pun harus mahir berbahasa Inggris dan Korea. ”Selama setahun, mereka datang dua kali ke sekolah kami. Jika siswanya 12 hari, maka gurunya 24 hari,” terang Kurnia.
Dalam pertukaran budaya, para siswa juga diajak mengenal berbagai macam makanan, baik dari Surabaya maupun Korea Selatan. Misalnya saja, sate. Makanan ini di Korea dikenal dengan nama dakochi. Untuk makanan Indonesia, banyak siswa asal Korea yang menyukai nasi goreng.
”Siswa kita saling belajar satu sama lain, kami pun akan mengirim siswa berangkat ke Korea,” ujar Kurnia.
Dalam pertukaran pelajar ini, beber Kurnia, sekolah Barunawati dibiayai pemerintah Korea Selatan, mulai dari makan sampai tempat tinggal. Sedangkan pihak siswa hanya dibebani untuk membuat paspor dan visa untuk berangkat ke Korea Selatan. ”Kita tidak mengeluarkan biaya sama sekali, semua sudah ditanggung pemerintah Korea. Karena pemerintah kita tidak mengeluarkan dana apapun, maka Dinas Pendidikan (Diknas) tidak tahu apa-apa,” jelas dia. (arief ardliyanto)(Koran SI/Koran SI/rhs)
Tidak pelak lagi, saat melihat alat transportasi ini, siswa sekolah terkemuka di Korea Selatan tersebut berebutan ingin mencobanya. Bersama siswa SMA Barunawati Surabaya, mereka pun sempat menikmati jalan-jalan di sekitar sekolah. Seperti Jalan Raya Perak, Jalan Teluk Amurang, dan jalan-jalan lainnya. ”Ini merupakan pengalaman saya yang pertama naik becak, ini sangat menyenangkan,” kata salah satu siswa Ewha Girls High School, Kim Na Hyun.
Para siswa ini pun,tak hanya jadi penumpang becak saja. Namun, ada pula yang mencoba menjadi tukang becak. Mereka terlihat susah payah mencoba menyeimbangkan laju kendaraan roda tiga ini, seperti yang dilakukan oleh Won Sun Ah. Tubuh Won yang besar membuatnya lebih mudah mengendalikan dan mengayuh becak. ”Memang agak sulit. Tetapi di sini yang terpenting adalah bagaimana bisa mengemudikannya,” aku Won dengan mengumbar senyum.
Guru Bahasa Korea SMA Barunawati Surabaya, Aldila Kartika Silmi mengungkapkan, kegiatan ini merupakan rangkaian dari acara pertukaran pelajar dengan siswa dari Korea Selatan. Mereka akan tinggal di Surabaya sekitar 12 hari dan belajar banyak hal tentang budaya serta bahasa Indonesia.
”Program ini sudah dilakukan oleh SMA Barunawati sejak tujuh tahun lalu. Kami konsentrasi dalam mencerdaskan anak didik,” tutur Silmi panggilan akrab Aldila Kartika Silmi.
Sementara itu, Kepala Sekolah (Kasek) SMA Barunawati Surabaya, Kurnia Saptaningsih menambahkan, sebagai program sister city, program ini tidak akan main-main. Para siswa SMA Barunawati yang mengikuti program ini pun harus mahir berbahasa Inggris dan Korea. ”Selama setahun, mereka datang dua kali ke sekolah kami. Jika siswanya 12 hari, maka gurunya 24 hari,” terang Kurnia.
Dalam pertukaran budaya, para siswa juga diajak mengenal berbagai macam makanan, baik dari Surabaya maupun Korea Selatan. Misalnya saja, sate. Makanan ini di Korea dikenal dengan nama dakochi. Untuk makanan Indonesia, banyak siswa asal Korea yang menyukai nasi goreng.
”Siswa kita saling belajar satu sama lain, kami pun akan mengirim siswa berangkat ke Korea,” ujar Kurnia.
Dalam pertukaran pelajar ini, beber Kurnia, sekolah Barunawati dibiayai pemerintah Korea Selatan, mulai dari makan sampai tempat tinggal. Sedangkan pihak siswa hanya dibebani untuk membuat paspor dan visa untuk berangkat ke Korea Selatan. ”Kita tidak mengeluarkan biaya sama sekali, semua sudah ditanggung pemerintah Korea. Karena pemerintah kita tidak mengeluarkan dana apapun, maka Dinas Pendidikan (Diknas) tidak tahu apa-apa,” jelas dia. (arief ardliyanto)(Koran SI/Koran SI/rhs)
0 komentar:
Posting Komentar