Sabtu, 25 Februari 2012

Kim Yong-u



Agama Buddha mengajarkan bahwa orang yang tidak bekerja tidak boleh makan juga. Bangsa Korea telah lama membiasakan diri dengan agama Buddha sebagai bagian hidupnya, sehingga mereka sering merasa bangga akan hasil jerit payahnya. Pikiran seperti itu nampaknya dimiliki juga kaum pengemis pada masa lalu. Walau meminta-minta sisa makanan orang lain, tetapi mereka tidak ingin memakannya secara cuma-cuma.

Mereka berpendapat bahwa setidaknya menyanyikan sebuah lagu atau memberikan kontribusi dengan cara lain untuk meminta makanan. Atau, ketika ditawarkan makanan, mereka ingin membalasnya dengan hanya perbuatan menyapu halaman rumah si pemberi makanan itu.

Biasanya pengemis yang selalu berkeliling di pasar pada masa lalu sempat mengalami banyak hal. Sebab itu, mereka pintar menceritakan kisah dan bernyanyi juga. Namun demikian, tidak ada orang yang ingin belajar cara bernyanyi dari kaum pengemis.

Seorang musisi bernama Kim Yong-u menghidupkan kembali lagu-lagu yang hampir dilupakan dan diabaikan itu menjadi melodi menarik dan menyenangkan. Sekitar satu abad yang lalu, budaya Barat masuk ke Semenanjung Korea, musik tradisional Korea cenderung dianggap sebagai peninggalan zaman kuno. Ketika gerakan Saemaeul, kampanye perkembangan masyarakat Korea, sedang berlangsung pada tahun 1970-an, lagu-lagu tradisional seperti itu bahkan dianggap sebagai peninggalan yang harus dibuang.

Tetapi pada tahun 1980-an, kaum muda-mudi mulai menaruh perhatian pada tradisi dan sebuah grup musik bernama 'Seulgidung' menarik perhatian publik dengan lagu-lagu pop yang mengharmonisasikan melodi musik tradisional dan Barat.

Setelah tahun 1990-an, penyanyi Kim Yong-u menggerakkan hati pemuda-pemudi dengan lagu-lagu rakyat yang disusun kembali dengan gaya baru. Sampai saat itu, kebanyakan orang menanggap lagu rakyat itu membosankan dan hanya generasi tua saja berminat. Padahal, lagu-lagu gaya Kim Yong-u disertai iringan musik akapela, permainan drum atau piano, sehingga memberi kesan bahwa musik tradisional bernuansa baru dan segar.

Ketika masih duduk di bangku SD, dia belajar bermain gong kecil yang bernama Kkwaenggwari. Waktu di SMP, dia mulai belajar bermain suling Korea, bermain Piri dan mengambil Piri sebagai spesialisasinya di Sekolah Menengah Musik Klasik Nasional.

Dia sempat mendapat berbagai pengalaman musik waktu kuliah.
Dia belajar bernyanyi dari Lee Yang-gyo yang merupakan master Gasa dan menjadi pelestari musik Gasa itu.

Sementara itu, dia memperoleh pelbagai pengalaman musik dengan bergiat sebagai anggota grup musik 'Seulgidung'. Semua pengalaman itu kini menjadikan sumber daya ciptanya.


 Source : world kbs co.kr

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More