Minggu, 06 Mei 2012

( Sejarah ) Choi Seung-ro Yang Menegakkan Ideologi Politik Goryeo


  

Desainer Untuk Era

Walaupun sejarah berjalan seperti ombak besar yang tidak diatasi oleh seseorang, kadang-kadang arusnya dapat berubah, karena ada seseorang yang istimewa. Seseorang yang istimewa itu berarti tokoh yang membangun negara baru seperti halnya Jeong Do-jeon pada akhir Goryeo dan awal kerajaan Joseon atau Kim Ok-gyun pada era berlangsungnya proses Barat. Pada era kerajaan Goryeo, Choi Seung-ro menegakkan sistem negara dan menstabilkan kekuasaan raja.

Dari Orang Shilla Ke Orang Goryeo

Choi Seung-ro lahir pada tahun 927 di Shilla sebagai putra dari bangsawan Shilla bernama Choi Eun-ham. Kisah kelahirannya terdapat di dalam buku sejarah 'Samguk Yusa.'

Choi Eun-ham yang melahirkan putra sejak absen beberapa tahun setelah pernikahan melarikan diri dari serangan pasukan Baekje ke kuil Jungsaeng dengan membawa putranya saat kota Gyeongju menjadi kacau balau setelah raja wafat akibat serangan Baekje. Dia berdoa agar menjaga bayinya setelah menyembunyikan bayinya di belakang patung Bodhisattva. Setelah pasukan Baekje mundur, Choi Eun-ham mengunjungi kuil Jungsaeng, dan baru menemukan bayinya yang tetap sehat dan berbau susu walaupun 15 hari telah berlalu. Bayi itu tiada lain adalah Choi Seung-ro.

Demikianlah, Choi Seung-ro yang lahir pada era kekacauan menjadi orang Goryeo saat dia berusia 10 tahun, karena dia menuju bersama ayahnya ke Songak, Goryeo. Choi Seung-ro yang berbakat tinggi di bidang ilmu sejak masih kecil mendapat pujian dari raja Taejo, yaitu pendiri Goryeo dengan menghafal Kitab Analek Cina -Kong Fu Cu, sehingga dia mendapat hadiah dan juga menjadi siswa dari institut umum yang biasa diperbolehkan kepada para sarjana. Demikianlah Choi Seung-ro tumbuh dengan mendapat antisipasi tinggi dan akhirnya kemampuannya cukup cemerlang setelah dia bertemu dengan raja ke-6 dari Goryeo, Seongjong.



Menegakkan Landasan Ideologi Politik Goryeo

Sebenarnya, Choi Seung-ro tidak sempat menunjukkan kemampuannya saat dia masih muda, namun dia muncul sebagai pusat politik kerajaan Goryeo saat dia berusia lebih 50 tahun.

Raja ke-4 dari Garyeo, Gwangjong berupaya untuk melemahkan kekuasaan pemimpin lokal lewat berbagai kebijakan reformasi. Namun, penerusnya raja Gyeongjong wafat dalam 6 tahun setelah naik tahta, sehingga kerajaan Goryeo mengalami kekacauan yang cukup parah. Raja Seongjong yang baru naik tahta pada masa kekacauan memutuskan untuk menegakkan ketertiban politik. Akhrnya, dia menyuruh bawahannya untuk mengajukan anjuran yang dapat dituntaskan denga cepat.

Dengan demikian, Choi Seung-ro menganjurkan berbagai usul seperti memperbaiki sistem militer, mencegah acara agama Buddha yang berlebihan, mengontrol perdagangan, menegakkan sistem status sosial, dll. Pada waktu itu, Choi Seung-ro berusia 56 tahun, maka pengetahuan dan pengalamannya mencapai puncaknya. Akhirnya, raja Seongjong mengangkatnya sebagai asisten raja dan kerajaan Goryeo semakin menjadi stabil dengan mengatasi tantangan dengan pemimpin daerah.


Mewujudkan Tekad Untuk Reformasi

Pada tahun 988, Choi Seung-ro yang diangkat sebagai perdana menteri memohon kepada raja agar dia akan mengundurkan diri dari jabatannya. Namun, raja Seongjong tidak dapat mengizinkan Choi Seung-ro untuk mundur dari jabatannya. Namun, satu tahun kemudian, Choi Seung-ro meninggal dunia dalam usia 63 tahun, serta raja Seongjong yang berduka menghadiahkan kain rami dan beras untuk upacara pemakaman. Selain itu, raja ke-7 dari Goryeo, Mokjong memakamkan Choi Seung-ro dalam kuburan raja Seongjong. Demikianlah, jasa Choi Seung-ro yang mengembangkan budaya Kong Fu Cu di dalam kerajaan Goryeo dan menegakkan kekuasaan raja Goryeo terasa cukup tinggi.




Source : KBS world/korean story

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More